Rabu, 03 September 2014

Mengapa Saya Terus Menulis? Keping # 63

Saya sering kali mendapatkan pertanyaan dari orang lain, mengenai kebiasaan saya menulis. Beberapa bahkan sempat bingung melihat kondisi saya yang tidak seprima dulu, namun saya tetap semangat menulis.

Well, sebenarnya saya dulu tidak sesemangat ini untuk menulis.  Apalagi saat menerima vonis kanker yang bukan hanya membuat saya syok, tetapi juga kehilangan gairah hidup (jiaaahhh heheheh). Vonis kanker stadium lanjut, membuat saya sempat merasa mungkin hidup saya tidak akan lama lagi. Jadi percuma saja melakukan banyak aktifitas. Apalagi kondisi fisik saya tidak memungkinkan beraktifitas. 
Saya lebih banyak menghabiskan waktu beristirahat dirumah. Belum lagi dengan efek cancer pain yang saya rasakan, sepertinya tidak mungkin saya melakukan hal lainnya. memikirkan rasa sakit akan cancer pain saja sudah mengeluarkan energi besar untuk saya.

Beruntung Allah masih terus sayang sama saya. Ada banyak orang-orang yang begitu perhatian dan menyupport saya. salah satunya sahabat saya, Dwi Rahmawati.

Mba Dwi, begitu biasa saya memanggilnya, selalu menyemangati saya untuk menulis lagi. Saya mengenal mba dwi beberapa tahun yang lalu, saat kami sama sama sekantor bekerja. Saat ini mba dwi memilih fokus menulis dan mengembangkan usahanya di bidang pendidikan.

Kalau diingat-ingat, ada saja cara yang dilakukannya agar saya kembali menulis kembali. Rupanya saya cukup bebal saat itu. Saya hanya menanggapi support mba dwi dengan alasan sederhana, yaitu lagi ngga mood. Hahahhaha :)

Tapi, mba dwi memiliki semangat 45 untuk terus menyemangati saya. Hingga akhirnya saya yang tidak bergairah menulis, jadi semangat lagi. Saya masih ingat kata-katanya di kepala saya.

"Mba, niatkan menulis untuk menebar kebaikan.  Kelak ini bisa jadi amal jariah walaupun kita sudah tidak ada di dunia," begitu ucapannya pada saya kala itu.

Sejak itulah, saya jadi semangat menulis. Walaupun kondisi saya tidak fit, saya usahakan untuk menulis walaupun dari handphone, sembari tiduran atau istirahat.  Tidak hanya itu, menulis menjadi terapi kesehatan sendiri bagi saya. Dengan menulis, saya merasa memiliki kekuatan yang bisa saya tuangkan melalui tulisan.  Aktifitas yang tidak bisa saya lakukan dalam sehari-hari, saya tumpahkan melalui tulisan.

Selain itu, tulisan menjadi sarana untuk mengalihkan rasa sakit karena cancer pain.  Saat rasa nyeri dan sakit itu mulai usil mengganggu saya, biasanya saya mengalihkannya beribadah atau menulis.  Ternyata cukup efekif mengurangi rasa nyeri dan sakit. Dengan menulis bukan hanya sekedar esistensi diri lho, tetapi saya berusaha menghargai serta mensyukuri anugrah Allah kepada saya.  Karena anugrah Allah jualah, saya masih diberikan kesempatan untuk terus menulis, walaupun terbatas secara fisik.

Kalau boleh jujur, sebenarnya esensi menulis yang saya lakukan, saat ini lebih untuk menyampaikan hal-hal yang positif dan bermanfaat, baik bagi diri saya sendiri maupun orang lain.  Seperti saya mengamini kata mba dwi. Menulis menebar kebaikan, hingga saat kita sudah tidak ada di dunia ini, tulisan kita akan tetap di baca dan diambil manfaat bagi orang lain. Amin...

Jadi, jangan bingung dan heran kalau saya masih terus menulis ya... heheheh...


notes :
spesial big hug untuk mba Dwi Rahmawati :) thanks for all

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...